TEMPO.CO, Jakarta - Kenaikan tarif ojek online dinilai hanya menguntungkan perusahaan penyedia layanan transportasi berbasis online. Sebagai driver ojek online, Chrisco, 30 tahun, tak menganggap kenaikan tarif sebagai kabar baik.
Chris pesimistis tingginya tarif berpengaruh pada pemasukkannya. Apalagi jika total argonya semakin besar, kata dia, maka akan semakin besar pula potongannya. Ia bercerita lantaran pemotongan biaya jasa yang kerap memenggal pendapatannya hingga hampir 40 persen.
"Kita mah dapatnya segitu-segitu aja. Buktinya kita masih begini-begini aja. Perusahaannya yang untung, driver mah nggak," ucapnya saat ditemui Tempo, Selasa, 9 Agustus 2022.
Ia menyebutkan, awalnya pemotongan atau biaya jasa memang sebesar 20 persen, namun kenyataannya presentasenya semakin naik. Chrisco berujar ada berbagai biaya seperti asuransi, pesanan, dan lain-lain.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah menerbitkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022 Tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi.
Beleid baru mengatur tarif ojek online dan pedoman penetapan batas tarif atas dan tarif bawah ojek online berikut sistem zonasi. Dalam menentukan batas tarif atas dan tarif bawah, Kemenhub memberikan rincian komponen biaya pembentuk tarif yang terdiri dari biaya langsung dan tidak langsung.
Biaya Langsung merupakan biaya yang dikeluarkan oleh mitra pengemudi dan sudah termasuk profit mitra pengemudi. Sedangkan biaya tidak langsung berupa biaya sewa penggunaan aplikasi, paling tinggi 20 persen.
Seruan Biaya Layanan Aplikasi Diturunkan
Dengan demikian, biaya langsung merupakan biaya jasa yang sudah mendapatkan potongan biaya tidak langsung berupa biaya sewa aplikasi.
Anggota Komisi V DPR RI, Suryadi Jaya Purnama mengatakan seharusnya biaya sewa aplikasi atau biaya jasa juga diturunkan. Ia berujar dengan adanya penyesuaian biaya jasa ini, biaya sewa penggunaan aplikasi sebesar 20 persen sangat tinggi.